Love’s Sorrow

cw//kiss

Maro˚✧
5 min readMar 14, 2022

“Mereka masih lama?”

Gadis yang sedang melahap rotinya itu memberikan tatapan penasaran kepada lelaki di hadapannya yang baru saja membalas pesan dari teman-temannya yang akan berkunjung hari ini, ke apartemen mereka, yang lebih tepatnya unit Hanna.

Alih-alih menjawab, Raskal mengalihkan pandangannya dari handphone ke mata gadis itu. Ia tersenyum miring. Hanna yang memperhatikan itu memundurkan wajahnya dan memasang tatapan aneh. “Ngapain lu senyum-senyum gitu? Orang ditanya masih lama apa nggak?” Tanyanya lagi sambil menghabiskan potongan roti terakhirnya yang menghasilkan mulutnya terisi penuh.

Tiba-tiba sebuah tangan ramping dan jari jemari kurusnya menyentuh bibir gadis itu. “Bocah. Makan roti doang berantakan,” ujar Raskal membersihkan serbuk-serbuk roti dari sekitar bibir Hanna. Gadis itu langsung cengengesan sendiri, sedangkan Raskal lah yang kali ini memberi tatapan aneh. Yang walaupun pada akhirnya kedua sejoli itu tidak kuasa menahan tawanya masing-masing.

Selama satu tahun mereka berpacaran, hubungan kedua orang ini bisa terbilang tidak banyak berubah. Kebanyakan menghabiskan waktu berdua dan tetap tidak mengesampingkan kehidupan perkuliahan mereka yang sebentar lagi memasuki semester tua. Raskal sudah sedikit-sedikit menyicil judul dan bahan untuk skripsinya, serta baru-baru ini mendapat kabar baik bahwa ia diberi jaminan dipekerjakan di kantornya semasa internship lalu. Di sisi lain, Hanna mulai menjalankan kehidupan kuliahnya dengan serius, yang walaupun harapan ia saat ini hanyalah lulus dan lalu melanjutkan hal yang sesuai dengan passion-nya.

“Raskal,” panggil Hanna yang kini menyeruput susu dari gelasnya itu. Lelaki di sebelahnya menengok, “kenapa? Mau dibuatin roti lagi?”

“Bisa gak kamu ga usah mode pelayan dulu,” protes gadis itu menoyor kepala Raskal pelan.

“Anjing kenapa si mainnya pala,” gerutunya.

Tidak membalas, tiba-tiba Hanna berlari kecil ke arah dapur karena mendengar suara timer ovennya berbunyi. Raskal memperhatikan gerak-gerik gadis itu yang sangat terlihat semangat mengeluarkan hasil croissant buatannya jadi tertawa. Knowing that croissant is Raskal’s favorite pastry. Tetapi lelaki itu justru tidak menunjukkan semangatnya sama sekali.

“KAL SINI,” panggil gadis itu yang langsung tanpa babibu Raskal berjalan gontai ke arah dapur dengan penuh harapan.

Harapan ia menang taruhan.

Beberapa jam yang lalu, Hanna sedang ketar-ketir perihal studio kesayangannya yang minggu ini harus sudah diperpanjang masa sewanya.

Namun Raskal tentu melarang, sebab gadisnya itu sudah terlalu banyak mengeluarkan uang dan berbelanja tanpa pikir panjang selama beberapa bulan terakhir. Tentu dengan ego yang tinggi, Hanna masih bersikeras untuk melanjutkan sewa studio itu dan berujung kepada taruhan mereka ini.

“Apa taruhan kita?” Tanya Hanna membelakangi lelaki itu sambil memegang loyang berisi croissant panas yang baru dikeluarkan. Wangi mentega langsung mengisi seluruh ruangan. Raskal hanya memandang pundak gadis itu dengan ekspresi datar, seakan-akan sudah meramal apa yang akan terjadi. “Kalo croissantnya jelek, kamu berhenti sewa studio,” jawab Raskal malas. Hanna hanya tertawa jahat mendengar itu, yang kemudian membalikkan badannya dan menunjukkan empat buah croissant yang terpanggang indah.

“Aduh gimana, nih, Chef Raskal. Kayaknya kamu harus lengser dan pulang ke Purwadadi,” ledek Hanna dengan senyum usilnya yang seharusnya membuat Raskal marah. Namun lelaki itu justru tertawa mendengar perkataan gadis itu. “Yaudah kamu menang, tapi yakin gamau pertimbangin dulu?”

Hanna menatap Raskal serius. “Kamu tau kan studio aku udah diincer-incer banget sama orang? Sayang banget tau ngelepasnya…” Lirih gadis itu, senyumnya memudar.

“Cuman kan kamu juga udah jarang kesana juga, terus buat apa? It’s not like you’re giving up on your passion, kan. Masih ada tempat lain, sama waktu lain. Know your priority,” tutur lelaki itu.

Mendengar itu, Hanna jadi termenung. Ia sedih karena ucapan Raskal benar. “AAAAH IYA YAUDAHH TAU AH,” seru gadis itu menaruh loyang berisi kue pastry itu di atas meja dan pergi meninggalkan Raskal ke ruang tengah, yang tidak lama disusul oleh lelaki itu.

Hanna duduk di lantai dan meraih handphonenya di atas meja, dan mengecak grup obrolan mereka, mendecak. “Kal, kan tadi juga aku nanya mereka masih lama apa nggak. Ini di grup pada bilang udah deket, tapi kenapa di Zenly malah pada muter-muter?”

Lelaki itu terkekeh, dan juga langsung menjatuhkan bokongnya di lantai, duduk di sebelah gadis itu. “Sorry tadi Lydia udah deket, tapi aku masih mau berduaan dulu, tapi kamunya juga malah jadi marah,” ungkapnya.

Mata Hanna mengerjap beberapa kali tidak percaya apa yang barusan ia dengar. “Coba ulang, Kal.”

“Bacot,” ketusnya. Hanna hanya tertawa puas.

“Tapi, Na. Aku liat kamu masak tadi jadi keinget bunda,” ujar Raskal kini menatap gadis itu. Hanna lagi-lagi mencoba mencerna apa yang barusan ia dengar. Hanna menatap Raskal dengan tatapan bingung, matanya membelalak. “Lah, Kal. Kan kamu gak pernah liat bunda kamu?”

“Siapa yang bilang bunda gua, Na. Orang bundanya Xabiru,” jawab Raskal asal.

“Itu mah buna kampret.” Kini sebuah cubitan hinggap di lengan lelaki itu. “Tapi ngomong aja, Kal. Kenapa tiba-tiba kepikiran bunda?” Lanjut gadis itu.

“Nggak kepikiran, cuman kebayang aja kalo misal emang ada bunda,” jawab lelaki itu enteng. Hanna menatap Raskal dengan tatapan sendu. “Serius?”

“Engga, boong.”

“Yang bener aja lu bahlul,” umpat Hanna emosi.

Raskal meraih pucuk kepala gadis di hadapannya itu dan mengusapnya lembut, “marah-marah mulu lu.” Hanna yang masih tidak melepas tatapannya, membuat Raskal mulai sedikit gelisah dan mengalihkan pandangannya. Tidak lama Hanna yang menyadari itu langsung menjatuhkan dirinya, memeluk lelaki itu. He’s having a breakdown.

“Kal, I’m sorry if you were always be the one to blame. I’m also sorry that you have to blame yourself every single day,” bisik gadis itu, mengeratkan pelukannya.

“Aku tau kamu masih penasaran dan butuh banget figur bunda. Tapi aku kasih tau lagi, you’re not the one at fault. It was just meant to happened. Inget kan yang dulu aku bilang waktu kita ketauan mamang mie ayam?”

Tidak menjawab pun Hanna dapat merasakan bahwa lelaki itu mengangguk di pundaknya, gadis itu jadi tersenyum. “Ulang tahun kamu kita ke makam bunda ya?”

Tidak terdengar jawaban dari lelaki itu, “Kal? Udah berani kan? Bunda pasti mau liat kamu, even though I can feel that she’s here right now.” Akhirnya terdengar gumaman lelaki itu berkata “Iya”.

“Udah tenangan belom? Cengeng,” celetuk Hanna memulai pembicaraan.

Raskal yang tadinya merasa terharu seketika tawanya lepas begitu saja. Hanna pun juga mulai tertawa melihat lelaki di hadapannya kembali ke dirinya yang biasanya. “Maaf ya, Kal, kalo aku marah-marah mulu. Egois banget lagi. Walopun kita berantemnya juga gak serius, aku jadi ngerasa bersalah ga mikirin perasaan kamu.”

Lelaki itu menoleh ke arah gadis itu, “ini semua gara-gara buna.” Mendengar itu Hanna langsung tertawa lepas seperti biasanya. Setelah tertawa, gadis itu hanya diam berpikir, kenapa ini bebencet ojo lali belum dateng-dateng juga.

“Na, mau tau ga cara nangkep monyet?” Tanya Raskal tiba-tiba. Hanna hanya melirik lelaki itu, penasaran apa yang akan ia lakukan kali ini.

“Caranya tuh,” ucap Raskal terpotong, ia memajukan wajahnya. Tanpa Hanna sadari wajah lelaki itu hanya bersisa beberapa senti dari wajahnya. Keduanya bertatapan — lebih tepatnya Hanna menatap Raskal mengernyit bingung. Salah satu tangan dan jari mereka yang di atas lantai bertemu, dengan natural Raskal langsung menggenggam tangan gadis itu. Hanna semakin bingung.

“Gini,” ucap Raskal cepat seraya menempelkan bibirnya lembut pada bibir gadis itu tanpa aba-aba. Mata gadis itu membelalak, pipinya terasa panas. Raskal juga tidak terlihat ada tanda melepas ciumannya, lalu Hanna memutuskan untuk menutup matanya dan membiarkan lelaki itu melumat bibirnya. Dan tidak lama untuk gadis itu belajar, ia juga membalas ciuman lelaki itu.

It is their very first kiss.

Ciuman itu bertahan lama. Hanna yang sudah mulai kehabisan nafasnya mulai membuka matanya dan mendapati kuping lelaki itu yang memerah.

Ding Dong

Mendengar bunyi bel yang tiba-tiba, kedua sejoli itu tersontak tersadarkan dari apa yang dilakukannya. “ASSALAMUALAIKUM PAK RT!”

Hanna dan Raskal saling bertukar pandang dalam keadaan canggung. Raskal yang sangat tau suara itu mendecak kesal,

“Jiro anjing.”

© JOLIEVOIR

--

--